![]() Anda Pengunjung Ke : 129039
|
![]() PROSIDING TAHUN 2008Bidang Pakan dan NutrisiPERTUMBUHAN DAN SINTASAN LARVA IKAN HIAS UPSIDE-DOWN CATFISH (Synodontis nigriventris) YANG DIBERI PAKAN ALAMI BERBEDA Agus Priyadi dan Nina Meilisza Penelitian tentang pengaruh pakan alami yang berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan larva ikan hias Upside-Down Catfish (Synodontis nigriventris) telah dilakukan di Loka Riset Budidaya Ikan Hias air Tawar, Depok, selama 50 hari. Sebanyak 18 akuarium digunakan untuk perlakuan tiga jenis pakan alami (Moina sp., Artemia sp., dan Tubifex sp.) dengan enam ulangan. Larva (0,005 g; 0,757 cm) ditebar sebanyak 50 ekor per akuarium. Hasil menunjukkan bahwa Tubifex sp. memberikan pertambahan panjang dan bobot terbaik dan signifikan (1.778 cm; 0.226 g) bagi larva ikan Upside-Down Catfish (Synodontis nigriventris). Kata kunci: pakan alami, pertumbuhan, sintasan, larva Upside-Down Catfish.
RESPON PENCIUMAN KERAPU SUNU (Plectropomus maculatus) TERHADAP FORMULASI UMPAN BUATAN Aristi Dian Purnama F1,2, Ari Purbayanto3, Mulyono S. Baskoro3 dan Daniel R. Monintja3 Penggunaan umpan dalam operasi penangkapan ikan berfungsi untuk menarik perhatian ikan sehingga dapat meningkatkan efektivitas penangkapan. Formulasi umpan buatan bertujuan untuk dapat menggantikan peran umpan alami yang dianggap semakin berkurang ketersediaannya di alam dan tergantung musim. Studi tingkah laku ikan berdasarkan fungsi penciuman merupakan bagian yang penting untuk mengetahui efektivitas umpan pada operasi penangkapan malam hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon penciuman ikan kerapu sunu (Plectropomus maculatus) terhadap formulasi umpan buatan.
KULTUR INTENSIF SS-TYPE ROTIFER (Brachionus rotundiformis) DENGAN JENIS JASAD PAKAN BERBEDA Bejo Slamet SS-type rotifer (Brachionus rotundiformis) merupakan jasad pakan yang umum diberikan pada awal pemeliharaan larva beberapa jenis ikan laut ekonomis penting, seperti kerapu, kakap dan ikan napoleon, karena ukurannya yang kecil (110-140 µm), sehingga sesuai dengan ukuran awal bukaan mulut larva. Karena keberadaannya yang sangat penting dan hanya dibutuhkan dalam waktu yang pendek, maka diperlukan sistem kultur yang intensif dan simpel, sehingga mudah dikerjakan dan dapat menggunakan wadah kultur yang relatif kecil. Penelitian menggunakan wadah berupa bak fiberglass volume 500 liter yang dilengkapi dengan sistem aerasi dan suplai oksigen murni yang mengkondisikan oksigen terlarut 5-7 ppm, serta waterbath yang mengkondisikan suhu air media 29-31°C. Kultur SS-type rotifer dengan kepadatan awal 50 ind./ml dan diberikan perlakuan perbedaaan jenis jasad pakan yaitu A: Nannochloropsis sp dari kultur massal, B: Consentrated Nannocloropsis sp. (hasil penyaringan dengan mesin consentrate) dan C: Super DHA Chlorella sp., yaitu Chlorella air tawar yang dihilangkan dinding selnya (produk komersial). Pada semua perlakuan dengan dosis pemberian jasad pakan yang sama yaitu 100.000 sel per individu rotifer per hari yang dibagi menjadi 2 kali pemberian yaitu pada pagi dan sore hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan maksimum rotifer yang tertinggi adalah pada perlakuan C dengan kepadatan maksimum 4.100 ind./ml, disusul kemudian pada perlakuan B dengan kepadatan maksimum 589 ind./ml dan terendah pada perlakuan A dengan kepadatan maksimum 245 ind./ml.
PENGARUH PENGGUNAAN KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH LOBSTER AIR TAWAR (Cherax albertisii) I Wayan Subamia1, Bastiar Nur1 dan Ratna Komala2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kalsium karbonat (CaCO3) pada pakan buatan terhadap pertumbuhan benih lobster air tawar (Cherax albertisii). Wadah yang digunakan berupa akuarium dengan ukuran 50x25x35 cm sebanyak 18 buah, diberi aerasi dan shelter paralon berdiameter 1 cm. Sebagai perlakuan adalah penggunaan kalsium karbonat (CaCO3) pada pakan buatan dengan konsentrasi yang berbeda yaitu: 0, 1, 2, 3, 4 dan 5%. Benih lobster air tawar (Cherax albertisii) berumur ± 1 bulan dengan berat rata-rata 0,660 gram dan panjang total rata-rata ± 3,2 cm yang telah lolos uji aklimatisasi ditebar sebanyak 10 ekor/wadah. Lobster diberi pakan 5% dari bobot tubuh dengan frekuensi tiga kali sehari yaitu pada pukul 8.00, 12. 00 dan 16. 00 WIB selama 8 minggu. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pertumbuhan bobot mutlak antara perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Pertumbuhan bobot mutlak tertinggi diperoleh pada penambahan kalsium karbonat sebanyak 4% yaitu rata-rata sebesar 2,888 gram dan terendah pada penambahan kalsium karbonat sebanyak 0% yaitu rata-rata sebesar 2,173 gram. Kata kunci: Cherax albertisii, kalsium karbonat dan pertumbuhan.
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KEPALA UDANG WINDU PADA PAKAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH LOBSTER AIR TAWAR (Cherax albertisii) I Wayan Subamia1, Asep Permana1, dan Ratna Komala2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung kepala udang windu pada pakan buatan terhadap pertumbuhan benih lobster air tawar (Cherax albertisii). Wadah yang digunakan berupa akuarium dengan ukuran 45x40x40 cm sebanyak 18 buah, diberi aerasi dan shelter paralon berdiameter 2,6 cm. Sebagai perlakuan adalah penggunaan tepung kepala udang windu pada pakan buatan dengan konsentrasi yang berbeda yaitu: 0%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%. Benih lobster air tawar (Cherax albertisii) berumur ± 2 bulan dengan berat rata-rata 6,8 gram dan panjang total rata-rata ±6,3 cm yang telah lolos uji aklimatisasi ditebar sebanyak 10 ekor/wadah. Lobster diberi pakan 1,5% dari bobot tubuh dengan frekuensi tiga kali sehari yaitu pada pukul 8.00, 12. 00 dan 16. 00 WIB selama 8 minggu. Dari hasil penelitian diperoleh pertumbuhan bobot mutlak antara perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Pertumbuhan bobot mutlak yang terendah sebesar 1,42 gr diperoleh pada penambahan tepung kepala udang windu sebesar 0%. Sedangkan yang paling tinggi, yaitu sebesar 336 gr diperoleh pada penambahan tepung kepala udang windu sebesar 10%. Kelangsungan hidup dari semua perlakuan berkisar antara 76.67% - 93.33% (P>0,05).
PEMANFAATAN KOMPOS HIDRILA (Hydrilla verticillata, (L.f.) Royle), ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes, (Mart)), DAN SALVINIA (Salvinia cucullata, Roxb) UNTUK PAKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) Jacob L.A. Uktolseja, Rudju Prajogo, dan Sunar Wibowo Pengomposan dapat meningkatkan pemanfaatan tumbuhan air untuk pakan ikan, agar ketergantungan protein dari tepung ikan dapat dikurangi. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh peggunaan kompos hidrila (Hydrilla verticillata), eceng gondok (Eichhornia crassipes), dan salvinia (Salvinia cucullata) terhadap pertumbuhan ikan nila merah. Ikan dengan berat rata-rata 5,2 g dipelihara dalam akuarium dan diberi makan selama 70 hari. Perlakuan berupa 100% kompos hidrila, eceng gondok, dan salvinia serta kontrol berupa pelet pabrik. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap dan diulang empat kali. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P>0.05) pertumbuhan antara ikan nila merah yang diberi pakan berupa kompos dengan kontrol. Kesimpulan penelitian adalah ikan nila merah dapat mencerna protein dalam kompos hidrila, eceng gondok, dan salvinia, sehingga terbuka peluang untuk mengurangi pemakaian tepung ikan dalam pembuatan pakan ikan nila merah. Kata kunci: kompos, protein, pertumbuhan Hydrilla verticillata, Eichhornia crassipes, Salvinia cucullata, Oreochromis sp.
PEMANFAATAN MIKROBA BIOFAD DALAM FERMENTASI HIDRILA (Hydrilla verticillata, (L.f) Royle), DAN SUPLEMENTASI TEPUNG UDANG REBON AIR TAWAR (Caridina Laevis, Heller) SEBAGAI PENGGANTI TEPUNG IKAN UNTUK PAKAN KATAK LEMBU (Rana catesbeina, Shaw) Jacob L.A. Uktolseja, Nurwijayadi, dan Sunar Wibowo Katak lembu (Rana catesbeiana) membutuhkan protein yang tinggi dari tepung ikan. Kelangsungan budidaya katak lembu terganggu karena keterbatasan suplai dan tingginya permintaan tepung ikan, sehingga biaya budidaya menjadi mahal. Hidrila (Hydrilla verticillata) berpotensi menggantikan tepung ikan, tetapi tumbuhan ini harus difermentasikan oleh mikroba Biofad untuk meningkatkan digestibilitas. Udang rebon air tawar (Caridina laevis) ditambahkan pada hidrila terfermentasi untuk mencapai tingkat kebutuhan protein katak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan mikroba Biofad untuk memfermentasikan hidrila dan pengaruh penggantian tepung ikan dengan campuran tepung hidrila terfermentasi dan udang rebon air tawar terhadap pertumbuhan katak lembu. Hidrila difermentasikan dengan metoda BMF. Katak disebar secara acak ke dalam enam wadah penelitian dengan kepadatan 20 ekor per wadah dan diberi pakan sampai satiasi dua kali sehari selama 102 hari. Kontrol (100% tepung ikan) dan perlakuan (17,3% hidrila terfermentasi dan 72,7% tepung udang) diulang tiga kali dengan rancangan acak lengkap. Protein kasar hidrila terfermentasi sebesar 18,375%. Hasil penelitian (rata-rata±galat baku) menunjukkan konversi pakan kontrol (1,047±0,082 g/g) dan perlakuan (1,172±0,080 g/g), laju pertumbuhan spesifik kontrol (1,341±0,041% berat badan/hari) dan perlakuan (1,220±0,045% berat badan/hari), dan konversi efisiensi protein kontrol (46,443±4,360%) dan perlakuan (46,371±4,683%) tidak berbeda nyata (P>0,05). Kesimpulan penelitian adalah campuran tepung hidrila terfermentasi dan udang rebon air tawar dapat menggantikan tepung ikan sebagai sumber protein untuk pertumbuhan katak lembu yang menunjukkan mikroba Biofad dapat meningkatkan digestibilitas hidrila. Kata kunci: penggantian tepung ikan, fermentasi, pertumbuhan, Hydrilla verticillata, Caridina laevis, Rana catesbeiana
PENGARUH KEPADATAN JASAD PAKAN ROTIFERA (Brachionus plicatilis) Machluddin Amin, M. Yamin, dan Muslimin Suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemangsaan larva kepiting bakau (S. paramammosain) terhadap berbagai kepadatan rotifera. Wadah penelitian adalah toples kaca volume 3 liter sebanyak 12 buah yang diisi air laut kadar garam 30 ppt masing-masing sebanyak 2 liter dan masing-masing dilengkapi dengan aerasi. Hewan uji yang dicobakan adalah larva kepiting bakau (S. paramammosain) ukuran satadia zoea -1 dengan kepadaan 100 ind/L. Perlakuan yang dicobakan adalah kepadatan pemberian rotifera (Brachionus plicatilis) yaitu perlakuan A= 400 ind./mL, perlakuan B= 300 ind./mL, perlakuan C= 200 ind./mL, dan perlakuan D = 100 ind./mL masing dengan ulangan 3 kali. Peubah yang diamati adalah kemampuan memangsa larva kepiting bakau terhadap jasad pakan rotifera (ind/larva/jam) setiap 4 jam pengamatan dan sintasan larva kepiting bakau pada akhir percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan rotifera berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kemampuan memangsa dan sintasan larva kepiting bakau. Kemampuan memangsa larva kepiting bakau terhadap rotifera tertinggi diperoleh pada kepadatan rotifera 400 ind/mL sebanyak 457 ind./larva/jam kemudian diikuti dengan perlakuan kepadatan 300, 200 , dan 100 ind./mL masing-masing dengan kemampuan memangsa 341, 226 dan 114 ind/larva/jam. Sintasan larva kepiting bakau tertinggi diperoleh pada perlakuan kepadaan rotifera 400 ind/mL yaitu 77,5%, menyusul perlakuan 300, 200 dan 100 ind./mL masing-masing 40,0; 36,5 dan 18,3%. Kata kunci : kepadatan, rotifera, kemampuan memangsa, larva kepiting bakau
POTENSI PUPA SERANGGA CHRYSOMYIA (ORDO: FAM.CALLIPHORIDAE) Melta Rini Fahmi1, Saurin Hem2, I Wayan Subamia1 dan Ika Ayuningtias3 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi pupa serangga Chrysomyia sebagai sumber protein alternatif, pengganti tepung ikan (fish meal replacement) pada pakan ikan nila GIFT, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758). Penelitian dilakukan dalam 2 tahap: tahap pertama yaitu produksi pupa Crhrisomyia dalam lingkungan terkontrol dan tahap kedua yaitu pemanfaatan pupa Chrysomyia sebagai sumber protein pengganti tepung ikan pada pakan ikan nila. Produksi pupa dilakukan dalam kandang berukuran ;lebar: 120 cm, tinggi: 155 cm, panjang: 200 cm, tinggi kaki 75 cm). Sebanyak 100 ekor lalat betina dan 120 ekor lalat jantan dipelihara dalam kandang selama 5 minggu. Pengamatan dilakukan terhadap siklus hidup serangga, jumlah telur, larva dan pupa yang dihasilkan. Penelitian pemanfaatan tepung pupa dilakukan terhadap ikan nila berbobot ±3 g. Wadah yang digunakan adalah akuarium dengan volume air 140 l sebanyak 9 buah, tiap-tiap akuarium diisi 20 ekor ikan nila. Perlakuan yang diberikan adalah pakan dengan sumber protein 100% tepung ikan (pakan A), pakan dengan sumber protein 50% tepung ikan dan 50% tepung pupa (pakan B), dan pakan dengan sumber protein 100 % tepung pupa (pakan C). Penelitian dilaksanakan selama 4 minggu dengan tingkat pemberian pakan harian sebesar 8% dari biomassa ikan/hari dan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari. Parameter yang diukur adalah laju pertumbuhan harian (Specific Growth Rate/SGR), konversi pakan (Feed Convertion Ratio/FCR), retensi protein (Protein Retention/PR), retensi lemak (Lipid Retention/LR), dan laju sintasan (Survival Rate/SR). Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa jumlah telur, larva dan pupa serangga yang dihasilkan masing-masing sebanyak 117,6 g, 10,8 kg dan 8,8 kg. Produksi tertinggi dihasilkan pada pekan ketiga. Pemanfaatan tepung pupa memberikan nilai SGR sebagai berikut; 3,9±0,05 g; 3,5±0,15, 3,16±0,16, nilai FCR: 2,06±0,08;1,81±0,04;1,67±0,05, nilai PR: 59,1±1,19; 68,79±3,96; 80,61±2,6 dan nilai SR; 98%±2,89; 95%±5,00;dan 97%±2,89 masing-masing untuk pakan A,B dan C. Kata kunci: Oreochromis niloticus, fish meal replacement, tepung pupa
PENGARUH TEPUNG AMPAS KECAP SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DALAM PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN NILAI KECERNAAN JUVENIL IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) Muhammad Marzuqi, Nyoman Adiasmara Giri, Eva Agustina, dan Ketut Suwirya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan tepung ampas kecap sebagai substitusi tepung ikan dalam pakan buatan terhadap pertumbuhan dan nilai kecernaan juvenil ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Hewan uji berupa juvenil ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dengan bobot tubuh awal 4,03 gram dan ukuran panjang 5-7 cm dipelihara dalam bak polikarbonat sebanyak 18 buah dengan volume 30 liter. Masing-masing bak dilengkapi dengan aerasi dan sistim air mengalir. Perlakuan berupa kandungan tepung ampas kecap yang berbeda yaitu 0%, 7%, 14%, 21%, 28% dan 28% ditambah 0,015% asam amino methionine dalam pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung ampas kecap sebagai substitusi tepung ikan dalam pakan buatan berpengaruh terhadap pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, retensi protein (P<0.05), namun tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup (P>0.05). Daya cerna nutrien pakan (protein) dalam penelitian ini diperoleh nilai 98,05-99,69%. Tingkat kecernaan pakan uji menunjukkan penurunan terhadap nilai cernanya. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tepung ampas kecap dapat digunakan sebagai substitusi tepung ikan dalam pakan buatan sampai batas optimal 21% sedang substitusi sebesar 28% tidak dapat digunakan dalam formula pakan buatan.
PEMELIHARAAN DAN EFISIENSI PAKAN BENIH IKAN PATIN (Pangasionodon hypophthalmus) DALAM SISTEM KARAMBA DI SALURAN CIBALOK, BOGOR, JAWA BARAT Nina Meilisza1 dan Irzal Effendi2 Efisiensi pakan pada perairan umum diduga terkait dengan kandungan bahan organik dan pakan alami yang terdapat di dalamnya. Penelitian tentang efisiensi pakan pada penih ikan patin yang dipelihara dalam sistem karamba telah dilakukan di Saluran Cibalok, Bogor. Sebanyak tiga perlakuan dan tiga ulangan berdasarkan tingkat pemberian pakan (1, 3, dan 5% per biomassa ikan) dilakukan pada benih dengan ukuran (5,4-5,5 cm; 1,2-1,4 g). Benih ditempatkan pada dua buah karamba yang masing-masing berisi empat dan lima hapa, dan ditebar sebanyak 200 ekor per hapa secara random (acak). Pengamatan dilakukan terhadap panjang mutlak, laju pertumbuhan individu harian, sintasan, efisiensi pakan, kepadatan tubificid, kelimpahan plankton, analisa proksimat lumpur dan tubificid serta fisika kimia perairan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat efisiensi pakan meningkat dengan semakin rendahnya tingkat pemberian pakan. Efisiensi tertinggi sebesar 153,9% pada perlakuan dengan tingkat pemberian pakan 1%.
PENGGUNAAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI SUMBER KARBON ORGANIK UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN BAKTERI PENGURAI BAHAN ORGANIK PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Littopenaeus vannamei) Rendy Ginanjar1, M. Fadjar2, dan Maftuch2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung tapioka dalam menumbuhkan bakteri pengurai bahan organik pada budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Wadah yang digunakan adalah bak plastik ukuran 100x100x100 cm, diaerasi dan diberi sedimen dari tanah tambak tradisional dengan ketebalan ±4 cm. Benih udang vannamei (Littopenaeus vannamei) dengan umur pemeliharaan 12 hari (PL 24) dengan berat rata-rata 0,05 gr ditebar sebanyak 100 ekor/wadah. Udang vannamei diberikan pakan buatan dengan dosis 10% dari bobot tubuh, diberikan tiga kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 14.00, dan 22.00 WIB selama 40 hari. Pada penelitian ini perlakuan berupa tepung tapioka digunakan sebagai sumber karbohidrat dengan pemberian langsung pada kolom air, dosis pemberian tepung tapioka adalah 0 gr/m3, 10 gr/m3, 20 gr/m3 dan 30 gr/m3, dengan 3 kali ulangan, sehingga bak pemeliharaan berjumlah 12 buah. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian tepung tapioka dengan dosis 30 gr/m3 memberikan tingkat populasi bakteri yang lebih baik dilihat dari jumlah dan jenisnya serta menunjukkan derajat kelulushidupan udang yang lebih baik. Kemelimpahan bakteri pada dosis 0 gr/m3 sebesar 4,5x104 CFU/ml, dosis 10 gr/m3 sebesar 6,5x104 CFU/ml, dosis 20 gr/m3 sebesar 7,8x104 CFU/ml dan dosis 30 gr/m3 sebesar 9,2x104 CFU/ml. Jenis bakteri yang mendominasi pada awal penelitian adalah Clostridium welchii sebanyak 94 % dan jenis bakteri yang mendominasi pada akhir penelitian adalah Pseudomonas stutzeri sebanyak 72%. Tingkat kelulushidupan udang vannamei terbaik selama penelitian didapat pada perlakuan C (30 gr/m3) dengan derajat kelulushidupan sebesar 65,80%. Kata kunci: udang vannamei, tepung tapioka, bakteri.
PERCEPATAN PERTUMBUHAN POPULASI Skeletonema costatum DENGAN PENAMBAHAN PUPUK ORGANIK CAIR DALAM PUPUK STANDAR Sahabuddin1a , Abdul Malik Tangko1b dan Arafah2 Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui percepatan pertumbuhan populasi Skeletonema costatum dengan menambahkan pupuk organik cair dalam pupuk standar. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu; a) pupuk standar tanpa penambahan pupuk organik cair (kontrol); b) pupuk standar+pupuk organik cair sesuai dosis kemasan 37,5 ppm, dan c) pupuk standar+pupuk organik cair 50 ppm, masing-masing 3 ulangan. Peubah yang diamati adalah pertumbuhan populasi setiap hari dan peubah kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan dosis pupuk organik cair yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap percepatan populasi pada hari ke-2, 3, dan ke-4, sedangkan pada hari kelima tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Hasil Uji BNT hari ke-2 perlakuan C berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan B dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan A (P<0,01) demikian pula dengan B berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan A. Pada hari ke-3 peningkatan populasi sangat pesat perlakuan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (P<0,05), tetapi berbeda sangat nyata dengan (P<0,01), demikian pula dengan B berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan A. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan pupuk organik cair mempengaruhi kelimpahan, pertumbuhan populasi, dan jumlah populasi Skeletonema costatum pada saat mencapai puncak. Pemberian pupuk organik cair sebesar 50 ppm menghasilkan kelimpahan dan pertumbuhan populasi yang terbaik. Kata kunci: pertumbuhan, Skeletonema costatum, pupuk organik cair
RESPON IKAN BERONANG (Siganus guttatus) TERHADAP BEBERAPA JENIS PAKAN PADA MASA ADAPTASI Sudirman, Muh. Idris, Imran dan Hasrul Budidaya beronang di karamba jaring apung secara monokultur sudah berkembang, namun masih terdapat beberapa kendala dalam operasional. Salah satu kendalanya adalah jenis pakan pada awal pemeliharaan yang mempengaruhi tingkat keberhasilan budidaya. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji coba pemberian jenis pakan yang berbeda pada awal pemeliharaan atau masa adaptasi. Metode adapatasi pakan adalah pemberian jenis pakan yang berbeda pada masing-masing bak. Wadah yang digunakan adalah tiga bak beton ukuran 2,5x1,5x1 m3, ditebar benih beronang ukuran rata-rata 6,3 gram/ekor sebanyak 100 ekor tiap bak. Jenis pakan yang digunakan adalah pellet komersil, ikan rucah segar dan Gracillaria sp. Dosis pemberian pellet 10 – 15 %/BB/hari sedangkan Ikan rucah dan Gracillaria sp. 20–50 %/BB/hari. Frekuensi pemberian dua kali sehari. Kata kunci: budidaya, adapatasi, pakan, beronang
UJI TERAP METODE KOMPARASI PAKAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DI KARAMBA ARING APUNG Sudirman, Muh. Idris, dan Hasrul Kegiatan bertujuan untuk mengetahui metode komparasi pakan untuk pertumbuhan dan sintasan ikan beronang (Siganus guttatus) pada awal pemeliharaan. Pengamatan ini dilakukan di Instalasi Karamba Jaring Apung (KJA) Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar di Kabupaten Barru. Wadah yang digunakan karamba ukuran 1x1x1 m dengan padat penebaran 20 ekor tiap wadah dengan dengan berat rata-rata 5 gram dan panjang 6 cm. Metode pemberian pakan adalah (A) pellet komersil 100%, (B) ikan rucah: pellet 50%:50% dicampur langsung dan dicetak ulang dan (C) ikan rucah: pellet 50%:50% berpisah. Metode pemberian pakan adalah menggunakan kantong atau diikat. Dosis pemberian pakan 20–50 %/BB/hari. Frekuensi pemberian dua kali sehari. Kata kunci: metode komparasi, beronang, pakan dan KJA
PEMELIHARAAN LARVA KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) DENGAN KOMBINASI PAKAN AWAL YANG BERBEDA Suko Ismi, Titiek Aslianti dan Ketut Suwirya Kerapu merupakan salah satu prioritas komoditas laut yang diunggulkan. Kerapu sunu (Plectropomus leopardus) termasuk satu diantara jenis kerapu yang mempunyai permintaan pasar dan harga jual yang tinggi di tingkat Internasional. Kendala utama dari budidaya kerapu ini adalah ketersediaan benih. Saat ini benih kerapu sunu telah dapat dihasilkan namun sintasan yang diperoleh masih rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kombinasi pakan awal yang cocok untuk pemeliharaan larva kerapu sunu. Penelitian menggunakan bak semen volume 5 m3 diisi telur dengan kepadatan 10 btr/l. Tiga kombinasi pakan awal yang berbeda digunakan sebagai perlakuan adalah : A (rotifer+copepoda+telur tiram); B (rotifer+copepoda) dan C (rotifer), penelitian diulang 3 kali rancangan percobaan secara diskriptif dilakukan selama 60 hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa sintasan tertinggi dicapai perlakuan (B) yaitu kombinasi pakan awal rotifer+copepoda dan pertumbuhan tertinggi pada perlakuan (A) yaitu kombinasi pakan rotifer+copepoda dan telur tiram. Hasil sintasan masing-masing perlakukan adalah A (1,37%); B (0,87%) and C (0,35%). sedangkan hasil pertumbuhan panjang masing-masing A (3,04 cm); B (2,99 cm) and C (2,73 cm) Kata kunci: kerapu sunu, larva, pakan awal.
EFFEK GANGGUAN KEKURANGAN NUTRISI PADA BUDIDAYA IKAN NILA MERAH Suwidah Penelitian akibat gangguan kekurangan nutrisi pada budidaya ikan telah dilakukan pada kasus kematian ikan nila merah di KJA di pantai utara Jawa Barat. Metode yang digunakan yaitu pendekatan pengamatan perilaku ikan, morfologi, gejala klinis, pengamatan organ dalam dan histology kerusakan jaringan beberapa organ tubuh ikan serta pengamatan terhadap pakan Dari hasil pengamatan morfologis memperlihatkan tubuh ikan nila warnanya memucat begitu juga dengan organ dalam seperti hati, ginjal pucat. Sirip ekor mengalami erosi (putus), pada tubuh ada yang mengalami luka dan sisik juga ada yang lepas. Pengamatan terhadap pakan memperlihatkan kondisi yang kurang baik (pakan tengik), defisiensi asam lemak yang rusak. Nafsu makan ikan kurang dan ikan berenang tidak teratur. Dari pengamatan histology memperlihatkan bahwa lamella insang mengalami fusi/bersatu. Epithil kulit menunjukkan ada yang lepas bahkan ada yang sampai ke dermis dan otot mengalami kerusakan. Sedangkan hati menunjukkan banyak vacuola, dan peradangan, sedangkan ginjal mengalami necrosis. Dari pengamatan diatas disimpulkan bahwa ikan nila merah mengalami gangguan nutrisi (pakan kurang baik sehingga kandungan nutrisinya kurang dan ikan mengalami gangguan metabolisme. Infeksi sekunder pada luka teridentifikasi bakteri Vibrio alginolyticus
DAMPAK MINYAK BUAH MERAH, Pandanus conoideus PADA KERAGAAN JUWANA KERAPU SUNU, Plectropomus leopardus Titiek Aslianti, Philip Teguh Imanto, dan Made Suastika Keragaan warna kerapu sunu sangat menentukan nilai pasarnya. Pakan dengan betakaroten diduga dapat meningkatkan pigmentasi pada keragaan juwana kerapu sunu. Buah merah,Pandanus conoideus yang diketahui mengandung betakaroten digunakan sebagai sumber betakaroten dalam ransum pakan kerapu sunu. Minyak buah merah dengan dosis 0; 2,5 dan 5 ml/kg pakan telah dicoba dalam penelitian ini sebagai perlakuan selama 3 bulan pemeliharaan. Kerapu sunu dengan rata-rata panjang dan berat tubuh awal 14,28±0,2 cm dan 43,41±2,62 gram digunakan sebagai hewan uji dan ditempatkan dalam 3 bak fiber kapasitas 5m3 dengan kepadatan 350 ekor/bak. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap bulan, sedangkan penilaian keragaan warna diamati pada akhir penelitian dengan menggunakan foto digital. Kandungan carotenoid dalam pakan ataupun dalam daging ikan dianalisis sebagai data pendukung. Analisis data dilakukan secara diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan minyak buah merah pada pakan mampu meningkatkan keragaan juwana kerapu sunu menjadi lebih cerah dan sehat. Minyak buah merah dengan dosis 5 ml/kg pakan menghasilkan pertumbuhan panjang dan berat mutlak terbaik dengan 36% dan 185%. Tingkat kelulushidupan 90% dan konversi pakan terbaik 1,2. Kata kunci: Pandanus conoideus, Plectropomus leopardus, performance
Bioenkapsulasi Spirulina platensisGomont PADA Artemia untuk Peningkatan Sintasan Benih GuramE (Osphronemus gouramyLacepede) dengan Uji Tantang Aeromonas hydrophila Chester * Trijoko** dan Amelia, F.** Artemia merupakan zooplankton yang banyak digunakan sebagai media untuk membawa nutrien esensial pada benih ikan atau udang dengan tujuan tertentu melalui teknik bioenkapsulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan Spirulina platensis melalui Artemiadalamransum pakan harianterhadap sintasan benih ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) yang diuji tantang dengan Aeromonas hydrophila danpersentase optimalnya. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Lima perlakuan tersebut : Kontrol (K) tanpa penambahan Spirulina platensis, A: penambahan Spirulina platensis melalui Artemia sebanyak 25%, dan B, C dan D dengan penambahan berturut-turut sebanyak 50%, 75% dan 100%. Pemeliharaan benih ikan gurame untuk pengkayaan pakan dilakukan selama 20 hari dengan pemberian pakan sebanyak 3 kali dalam sehari. Selama masa pemeliharaan dilakukan sampling tiap 5 hari sekali untuk mengukur berat basah dan panjang ikan. Setelah masa pemeliharaan untuk pengkayaan pakan, benih ikan diuji tantang dengan Aeromonas hydrophila kepadatan 107 secara rendaman dan dilakukan pengamatan terhadap mortalitas ikan tiap 24 jam selama 96 jam.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata dari nilai SR (survival rate) antar perlakuan (p<0,05). Perlakuan B mempunyai nilai SR tertinggi (76,67%) , dan nilai SR terendah pada kontrol (36,67%). Hasil penelitian juga menunjukkan pertambahan berat dan panjang rata-rata tertinggi diperoleh dari perlakuan B (0,67 % dan 0,30 %) dan yang terendah pada perlakuan D (0,46 % dan 0,17 %). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan Spirulina platensis melalui Artemia dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap sintasan benih ikan gurame yang diuji tantang dengan Aeromonas hydrophila, dan persentase optimal bagi sintasan dan sekaligus pertumbuhan benih ikan gurame adalah dengan penambahan sebanyak 50% (B). Kata kunci : bioenkapsulasi, Artemia, Spirulina platensis, benih gurame, sintasan, Aeromonas hydrophila
WAKTU EVAKUASI PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN BENIH IKAN BETUTU (Oxyeleotris marmorata) Zafril Imran Azwar, Irma Melati, dan Titin Kurniasih Kata kunci: benih ikan betutu, evakuasi pakan, aktivitas makan « Back to faperta
| Back to Top ^
|